Kamis, 17 Maret 2016

Virtual Reality Untuk Dunia Yang Lebih Baik




Sejarah
Satu yang paling dekat dengan dunia game adalah Nintendo Virtual Boy, konsol game yang berwujud head-mounted virtual reality display atau dipasang langsung di kepala, dengan layar berada tepat di depan mata. Pada masanya saat dirilis pertengahan 1995, ini diklaim menjadi yang pertama mampu menampilkan grafis 3D sebenarnya.


Selanjutnya penerapan 3D-nya ternyata justru tidak full color. Bahkan, dianggap tidak realistis atau seperti seharusnya sebuah virtual reality yang memungkinkan ketika kepala bergerak, sudut pandang tampilan pada layar juga ikut bergerak. Tidak heran jika konsol tersebut langsung dihentikan produksinya dalam waktu kurang dari setahun.
Pesaing terdekat Nintendo, Sega, juga sempat mengembangkan Sega VR. Namun dengan alasan efeknya terlalu realistis dan tidak baik untuk gamer, proyek tersebut dihentikan pengembangannya.
Bisa jadi karena trauma kegagalan beberapa perangkat virtual reality yang dikhususkan untuk bermain game di awal tahun 1990-an tersebut, industri game perlu menunggu lama untuk bisa mulai mencari produk yang sangat pas bagi gamer. Baik itu dari sisi harga, dan juga mendukung kenyamanan bermain.

Kebangkitan VR
Hingga pada 2012, Palmer Luckey lewat perusahaan teknologi yang mengembangkan virtual reality, yaitu Oculus VR, mengenalkan Oculus Rift. Ini adalah head-mounted display untuk menghadirkan tampilan virtual reality yang dalam. Proyek tersebut pun mendapat sambutan yang sangat baikdan memperoleh dukungan US$ 91 juta, serta US$ 2,4 juta melalui pembiayaan massa Kickstarter. Hingga pada akhirnya, raksasa Facebook pun membelinya senilai US$ 2 miliar atau sekitar Rp 23 triliun!


Selain dukungan dana yang begitu besar, juga ada John D. Carmack dibelakang Oculus VR, salah satu nama yang cukup terkenal di industri game PC dan co-founder Id Software, membuat Wolfenstein 3D, Doom, Quake, Rage, dan banyak sekuelnya. Hal ini membuat Carmack dianggap sebagai bapaknya genre first-person shooter. Dengan teknologi yang diciptakan tersebut, maka diharapkan bisa membuat gamer serasa masuk ke dalamnya, jika dimainkan menggunakan head-mounted display semacam Oculus Rift.
Dalam mengembangkan teknologinya, Carnack ternyata sudah lama mengamati perkembangan gadget yang dikembangkan Palmer. Adapun kemudian, Id Software mengumumkan jika Doom 3 BFG Edition akan melengkapi hampir 170 game lain yang kompatibel dengan Oculus Rift. Setahun kemudian, selama tahun 2013, Doom 3 BFG Edition didemonstrasikan. Hasilnya ternyata sungguh luar biasa. Sebuah game dengan mekanis gameplay yang usianya dua dekade silam, namun ketika dimainkan menggunakan sebuah head-mounted display, semuanya terasa berbeda, gamer serasa terpisah dari dunia nyata, dan lebih bisa berada di dalam game tersebut.
Demikian jelas, virtual reality menawarkan suatu pengalaman baru, tanpa perlu konsol yang harus di-upgrade spesifikasinya. Oculus Rift sudah mengawali kebangkitan VR dengan produk anyar akan dipasarkan awal tahun 2016.
Ketakutan teknologi dengan pengalaman bermain unik semacam ini, dukungan game yang minim, sudah berhasil dihapus dengan adanya ratusan game yang kompatibel, termasukyang populer, seperti 7 Days to Die, Daylight, dan DayZ. Ada juga game yang identik dengan konsol,yaitu Castlevania: Lords of Shadow 2, Dead Trigger, hingga Titanfall. Bahkan, game dari developer indie Indonesia, Dreadeye, juga akan mendukung Oculus Rift. Game lama seperti Skyrim dan Mirror’s Edge pun juga mendapatkan konversi mendukung tampilan virtual reality.

Berikut pengalaman menggunakan VR






Well itu semua adalah ilmu yang harus dikaji lebih dalam lagi...
Hanifan Zuhdi
Fakhrudin Rahmat Badawi

0 komentar:

Posting Komentar